Bahasa Arab: Asal Usul, Sejarah, dan Jumlah Penuturnya

Muhammad Rifyal

Bahasa Semit yang digunakan oleh lebih dari setengah miliar orang di seluruh dunia, dan menempati peringkat keempat dalam jumlah penutur. Keistimewaannya sebagai bahasa Al-Qur’an memberikan peluang untuk penyebaran dan kelangsungan hidup di tengah ancaman kepunahan.

Bahasa Arab telah berkembang melalui zaman, dipengaruhi oleh Al-Qur’an dan Islam, serta melalui berbagai tahapan dalam pengumpulan, penulisan, dan penetapan aturan tata bahasa dan morfologi, serta ilmu bahasa dan retorika lainnya.

Bahasa Global

Lebih dari 550 juta orang di seluruh dunia berbicara bahasa Arab, sekitar 300 juta di antaranya menjadikannya sebagai bahasa ibu dan sekitar 250 juta menjadikannya sebagai bahasa kedua. Ini menempatkannya di peringkat keempat di dunia setelah bahasa Cina, Inggris, dan Spanyol.

Bahasa Arab memiliki peluang besar untuk menyebar, karena banyak penduduk dunia yang tertarik padanya sebagai bahasa agama bagi lebih dari dua miliar Muslim di seluruh dunia. Ini juga memberikannya kemampuan untuk melawan penyusutan di tengah banyak bahasa yang menghadapi ancaman kepunahan. UNESCO memperkirakan setengah dari bahasa yang digunakan di dunia akan hilang pada akhir abad ke-21, karena 40% manusia tidak menerima pendidikan dalam bahasa ibu mereka.

Bahasa Inggris unggul dalam hal penyebaran karena minat yang meningkat di kalangan generasi muda yang mengaitkannya dengan peluang kerja dan kualitas hidup. Sekitar 50% jurnal ilmiah di seluruh dunia diterbitkan dalam bahasa Inggris, yang merupakan bahasa utama dalam teknologi, internet, dan media sosial. Sementara itu, kehadiran bahasa Arab di teknologi informasi masih lemah, dengan konten Arab di internet hanya 1% menurut studi PBB, dibandingkan dengan 58% konten berbahasa Inggris. Hal ini mempengaruhi kualitas penggunaan bahasa Arab, karena penulis mengalami kesulitan mempertahankan tradisi linguistik yang mencirikan gaya bahasa Arab.

Asal Usul Bahasa Semit

Bahasa Arab termasuk dalam rumpun bahasa Semit, sebuah istilah yang diperkenalkan oleh teolog Jerman-Austria Schlötzer pada akhir abad ke-18. Dalam penelitiannya tentang bangsa-bangsa kuno pada tahun 1781, ia mengkaji suku Aram, Kanaan, Fenisia, Ibrani, Arab, Yaman, dan Babilonia-Asyur, dan mengambil istilah ini dari Kitab Kejadian dalam Taurat.

Istilah ini diterima secara luas dalam penelitian ilmiah global meskipun mendapat banyak kritik, salah satunya adalah bahwa pembagian ini didasarkan pada ikatan politik, budaya, dan geografis lebih daripada pengamatan hubungan kekerabatan dan ikatan rakyat. Misalnya, orang Lydia dan Elam dimasukkan dalam bangsa Semit karena mereka tunduk pada kekuasaan Asyur, sementara orang Kanaan dikeluarkan. Orientalis Jerman Carl Brockelmann berpendapat bahwa pengecualian ini adalah keinginan Israel karena alasan politik dan religius.

Terlepas dari istilah ini, para ilmuwan dan peneliti berdebat tentang masalah lain yang penting dalam sejarah bahasa Semit atau bahasa Timur. Menggabungkan bahasa-bahasa ini dalam satu rumpun mengisyaratkan bahwa mereka berasal dari satu asal usul, meskipun beberapa peneliti menekankan bahwa ini tidak harus menjadi syarat, karena bahasa dapat menyebar ke bangsa lain melalui interaksi budaya atau dominasi kolonial. Namun, mereka masih mencari asal usul bersama bangsa Semit dan tempat asalnya.

Sejarawan bahasa memiliki pandangan yang beragam tentang hal ini. Beberapa mengatakan tempat asal pertama bangsa Semit adalah Ethiopia, beberapa mengatakan Afrika Utara, yang lain mengatakan Armenia, Mesopotamia selatan, atau Kanaan. Namun, banyak orientalis cenderung berpikir bahwa tempat asal pertama bangsa Semit adalah bagian selatan Semenanjung Arab, di wilayah Hijaz, Najd, dan Yaman.

Berdasarkan pandangan ini, banyak peneliti Arab tidak setuju dengan istilah bahasa Semit dan menganggapnya lebih didominasi oleh pandangan Taurat yang bias. Mereka mencari istilah lain yang lebih akurat, seperti “Arabisme,” yang menunjukkan fakta sejarah yang jelas tentang satu bangsa yang menempati satu wilayah dan berbicara satu bahasa. Abbas Mahmoud al-Aqqad berpendapat bahwa istilah yang benar adalah menyebut bangsa Semit sebagai Arab dan bahasa mereka sebagai bahasa Arab kuno, sementara beberapa lainnya memilih istilah “Arabisme” untuk menunjukkan hubungan antara bangsa-bangsa yang bermigrasi dari Semenanjung Arab dan kesamaan karakteristik bahasa mereka.

Sejarah Bahasa Arab

Bahasa Arab mengalami beberapa tahapan sejarah:

Tahap pertama: Kelahiran bahasa Arab di tanah asal bangsa Semit, seperti Hijaz dan Yaman. Namun, masalahnya adalah bukti tertua menunjukkan bahwa prasasti Akkadia berasal dari sebelum abad ke-20 SM, sementara prasasti Ibrani dari abad ke-12 SM, prasasti Fenisia dari abad ke-10, dan prasasti Aram dari abad ke-9, sedangkan prasasti Arab tertua hanya dari abad pertama SM.

Tahap kedua: Era bahasa Arab kuno atau prasasti Arab, yang merupakan dialek yang digunakan oleh suku-suku Arab di utara Hijaz, dekat dengan suku Aram. Dialek-dialek ini dipengaruhi oleh bahasa Aram dan punah sebelum Islam. Beberapa prasasti yang ditemukan, seperti prasasti Lihyan, Safait, dan Thamud, dipengaruhi oleh Aram.

Tahap ketiga: Era bahasa Arab yang dikenal sekarang sebagai bahasa Arab klasik, yang berkembang di Hijaz dan Najd dan menyebar ke wilayah-wilayah yang ditempati oleh bangsa Semit lainnya. Bahasa ini tidak memiliki catatan sejarah tentang kelahirannya atau masa kanak-kanaknya, tetapi bukti yang ada menunjukkan tahap kematangan, seperti sastra pra-Islam dari abad ke-5 M.

Tahap keempat: Era bahasa Arab klasik, yang hingga abad ke-6 M memiliki banyak dialek yang berbeda dalam suara dan makna kata. Saat Al-Qur’an diturunkan dalam dialek Quraisy, orang Arab mengakui keindahan bahasanya dan berusaha meniru dialek Quraisy, sehingga bahasa Arab klasik menjadi bahasa bersama yang dipahami oleh semua orang Arab.

Tahap kelima: Era penyebaran dan globalisasi, ketika bahasa Arab menyebar bersama dengan penyebaran Islam dan menjadi bahasa umum di berbagai wilayah. Pembukaan kantor pemerintah dalam bahasa Arab dan pengajaran Al-Qur’an membantu penyebaran bahasa ini, serta kekuatan bahasa Arab itu sendiri.

Tahap keenam: Era pengumpulan dan penulisan, ketika hingga abad ke-2 Hijriah (abad ke-8 M), orang Arab mengandalkan transmisi lisan dalam menyampaikan sastra mereka. Dengan berkembangnya kebutuhan untuk memahami dan mengajarkan Al-Qur’an, mereka mulai mengumpulkan dan menulis bahasa ini untuk menjaga bentuk bahasa Arab yang digunakan saat Al-Qur’an diturunkan.

Hari Bahasa Arab Sedunia

PBB dan organisasinya merayakan bahasa Arab setiap 18 Desember. Peringatan ini adalah hasil dari upaya yang dimulai sekitar 60 tahun yang lalu. Pada 4 Desember 1954, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang mengizinkan terjemahan tertulis ke dalam bahasa Arab, dengan beberapa persyaratan. Pada tahun 1960, UNESCO memutuskan untuk menggunakan bahasa Arab dalam konferensi regional dan menerjemahkan dokumen-dokumen penting ke dalam bahasa Arab. Pada tahun 1966, UNESCO memperkuat penggunaan bahasa Arab dalam sidang umumnya. Pada tahun 1973, bahasa Arab diadopsi sebagai bahasa resmi di PBB.

Pada tahun 2008, UNESCO membentuk Dewan Internasional Bahasa Arab dengan Beirut sebagai markasnya, dan pada 2012, UNESCO memutuskan untuk merayakan Hari Bahasa Arab Sedunia setiap 18 Desember. Pada 2013, UNESCO mengadopsi hari ini sebagai bagian dari program kerja tahunannya. Pada Desember 2023, UNESCO mengumumkan perayaan khusus untuk bahasa Arab dengan tema “Bahasa Arab: Bahasa Puisi dan Seni”.

Share kalau bermanfaat!

1 comment

Yukk Diskusi

Baca Juga